PBB: Permusuhan di Sudan Semakin Intensif Meski Ada Tawaran Gencatan Senjata

1 day ago 12

KHARTUM (jurnalislam.com)— Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (7/11) memperingatkan adanya “permusuhan yang semakin intensif” di Sudan, meskipun pasukan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah menyatakan dukungan terhadap proposal gencatan senjata dari para mediator internasional.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Türk, menyampaikan bahwa tidak ada tanda-tanda penurunan eskalasi di lapangan.

“Perkembangan di lapangan menunjukkan persiapan yang jelas untuk permusuhan yang semakin intensif, dengan segala implikasinya bagi rakyat Sudan yang telah lama menderita,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Pada Kamis (6/11), RSF mengumumkan menerima rencana gencatan senjata yang diajukan oleh Amerika Serikat, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Namun, hingga kini pemerintah Sudan yang berpihak pada militer belum menanggapi proposal tersebut. Ledakan besar dilaporkan mengguncang ibu kota Khartoum pada Jumat pagi, wilayah yang masih berada di bawah kendali militer.

Konflik bersenjata yang meletus sejak April 2023 telah menewaskan puluhan ribu orang, membuat hampir 12 juta warga mengungsi, dan memicu krisis kelaparan terburuk dalam sejarah Sudan modern.

Kurang dari dua pekan lalu, RSF berhasil merebut kota Al-Fasher, benteng terakhir pasukan pemerintah di wilayah Darfur. Kejatuhan kota strategis itu membuat RSF kini menguasai seluruh lima ibu kota negara bagian di Darfur serta sebagian wilayah selatan.

Sementara itu, militer Sudan masih memegang kendali atas sebagian besar wilayah utara, timur, dan tengah negara tersebut.

Kemenangan RSF di Al-Fasher diiringi dengan laporan pembunuhan massal, kekerasan seksual, dan penjarahan, yang memicu kecaman luas dari komunitas internasional.

Sebuah laporan dari Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Universitas Yale (Yale HRL) menunjukkan citra satelit terbaru yang memperlihatkan RSF memblokir rute pelarian utama warga sipil dari Al-Fasher.

Organisasi Dokter Lintas Batas (MSF) juga memperingatkan bahwa nasib ratusan ribu warga yang masih terjebak di kota tersebut belum diketahui. HRL Yale bahkan mendeteksi dugaan adanya kuburan massal di sekitar wilayah kota.

Menurut data PBB, sekitar 70.000 orang telah melarikan diri dari Al-Fasher menuju kota-kota sekitar seperti Tawila. Sebelumnya, kota itu menampung sekitar 260.000 penduduk.

“Kami melihat sekitar 5.000 orang keluar dari Al-Fasher menuju Tawila, tapi kami tidak tahu ke mana ratusan ribu lainnya pergi,” kata Javid Abdelmoneim, presiden MSF yang baru terpilih.

Kekhawatiran kini juga meningkat terhadap potensi kekejaman baru di wilayah Kordofan, kawasan yang kaya minyak dan menjadi jalur penting antara Darfur dan Khartum.

Di Kordofan Selatan, seorang sumber medis melaporkan kepada AFP bahwa RSF menembaki sebuah rumah sakit di kota Dilling pada Kamis (6/11), menewaskan lima orang dan melukai lima lainnya. Serangan itu juga menghancurkan departemen radiologi fasilitas kesehatan tersebut.

Dilling, yang telah dikepung RSF sejak Juni 2023, terletak sekitar 150 kilometer barat daya dari El-Obeid, kota penting yang menghubungkan Darfur dengan Khartoum.

Meskipun tentara sempat berhasil menghentikan pengepungan Al-Obeid pada Februari lalu, RSF kini kembali melancarkan serangan untuk merebut koridor tengah Sudan.

Seorang warga Al-Obeid yang enggan disebutkan namanya mengatakan, penduduk kota “hidup dalam ketakutan” dan “siap untuk melarikan diri kapan saja.”

Kondisi kemanusiaan di wilayah Kordofan semakin memburuk. Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang berbasis di Roma menyebut kota Dilling kini berada dalam risiko kelaparan, sementara ibu kota Kordofan Selatan, Kadugli, sudah mengalami kondisi kelaparan akut. (Bahry)

Sumber: TNA

Read Entire Article
Alur Berita | Malang Hot | Zona Local | Kabar Kalimantan |