ICW: Pemerintah Gelar Karpet Merah bagi WNA di BUMN, Potensi Korupsi Justru Meningkat

2 days ago 14

JAKARTA (jurnalislam.com)– Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti kebijakan pemerintah yang memperbolehkan warga negara asing (WNA) menduduki jabatan direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

ICW menilai kebijakan tersebut tidak menjawab akar persoalan korupsi dan tata kelola yang lemah di tubuh BUMN, bahkan berpotensi menimbulkan masalah baru.

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyebut aturan itu dimaksudkan agar pengelolaan BUMN sesuai dengan standar internasional. Namun, ICW menilai alasan tersebut tidak berdasar.

“Sejak Agustus 2021, sebanyak 98 dari 107 BUMN sudah memiliki sertifikasi SNI ISO 37001:16 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan, yang merupakan standar internasional. Jadi, kehadiran ekspatriat tidak otomatis menjamin tata kelola bebas korupsi,” tulis ICW dalam siaran persnya, Selasa (21/10/2025).

Menurut ICW, sejak 2016 hingga 2024 terjadi 234 kasus korupsi di lingkungan BUMN dengan 400 pejabat sebagai tersangka. Akibatnya, kerugian negara mencapai Rp68 triliun.

𝗜𝗖𝗪 𝗦𝗼𝗿𝗼𝘁𝗶 𝗧𝗶𝗴𝗮 𝗠𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗣𝗼𝗸𝗼𝗸

ICW mencatat sedikitnya tiga masalah dalam revisi UU BUMN ini:

1. Proses seleksi WNA yang berpotensi tidak transparan.
Perubahan pada Pasal 15A ayat (3) memberi kewenangan kepada Badan Pengelola (BP) BUMN untuk menetapkan syarat berbeda, sehingga direksi tidak lagi wajib berstatus warga negara Indonesia.
“Pasal ini sangat mudah disalahgunakan karena tidak dijelaskan mekanisme seleksi maupun syarat bagi WNA yang akan menjabat,” tegas ICW.

2. Hambatan penindakan korupsi yang melibatkan WNA.
ICW menyoroti kelemahan hukum di Indonesia yang tidak memiliki yurisdiksi ekstrateritorial, sehingga sulit menindak kasus suap di luar negeri.
ICW mencontohkan dua kasus besar:
– Kasus Rolls-Royce–Garuda Indonesia yang melibatkan Emirsyah Satar, di mana pemberi suap asal Inggris tak tersentuh hukum Indonesia.
– Kasus E.C.W. Neloe di Bank Mandiri yang mengalihkan aset ke Swiss, namun gagal diusut karena tidak ada perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara kedua negara.

3. Status dan kewajiban hukum WNA sebagai penyelenggara negara.
Setelah penghapusan Pasal 9G melalui UU No. 16 Tahun 2025, anggota direksi BUMN kembali berstatus sebagai penyelenggara negara. Artinya, WNA wajib tunduk pada UU 28/1999 dan UU 31/1999, termasuk kewajiban melaporkan LHKPN serta larangan gratifikasi.

𝗗𝗲𝘀𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗜𝗖𝗪

ICW menilai pemerintah belum menyiapkan perangkat hukum maupun reformasi kelembagaan yang memadai untuk memastikan BUMN bebas korupsi sebelum membuka peluang bagi WNA duduk sebagai direksi.

“Keputusan ini merupakan karpet merah bagi warga asing tanpa kesiapan sistem hukum yang kuat,” tulis ICW.

ICW mendesak:

1. BP BUMN bertindak transparan dalam proses penunjukan WNA, termasuk deklarasi potensi konflik kepentingan dan justifikasi kebutuhan direksi asing;

2. KPK menegakkan aturan tanpa pandang bulu terhadap WNA, termasuk kewajiban pelaporan LHKPN dan gratifikasi;

3. Kejaksaan RI dan KPK menindak tegas setiap dugaan korupsi yang melibatkan warga negara asing di BUMN.

ICW menegaskan, upaya memperbaiki BUMN tidak bisa hanya dengan mengganti kewarganegaraan direksi, melainkan dengan membenahi sistem pengawasan dan penegakan hukum yang selama ini lemah.

“BUMN bersih dari korupsi tidak ditentukan oleh paspor direksi, tetapi oleh komitmen sistemik untuk menegakkan integritas dan akuntabilitas,” pungkas ICW.

Read Entire Article
Alur Berita | Malang Hot | Zona Local | Kabar Kalimantan |