
AlurNews.com – Pemerintah pusat menyatakan siap turun tangan mengatasi masalah jaringan komunikasi di Kepulauan Riau (Kepri), yang hingga kini masih memiliki 124 wilayah dengan sinyal lemah dan 22 titik blankspot.
Komitmen tersebut disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Nezar Patria, usai menerima pemaparan dari Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, di Kantor Kemkomdigi, Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Nezar menyebut data lokasi daerah terdampak telah diterima secara lengkap dari Dinas Kominfo Kepri. Langkah konkret akan segera dilakukan melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.
“Data dari Dinas Kominfo Kepri sudah lengkap dengan koordinat lokasi. BAKTI Kominfo akan segera bergerak untuk menindaklanjuti 22 titik blankspot dan 124 daerah lemah sinyal,” ujarnya, dikutip dari laman resmi Pemprov Kepri.
Menurut Nezar, pemerataan infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) menjadi prioritas nasional dan sejalan dengan agenda transformasi digital pemerintah.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris, menjelaskan bahwa persoalan sinyal lemah banyak ditemukan di lima kabupaten, yakni Bintan, Anambas, Lingga, Natuna, dan Karimun.
“Beberapa wilayah seperti Natuna, Anambas, Tambelan, Dabo, dan Lingga termasuk kawasan yang sangat membutuhkan perhatian karena masuk kategori 3T,” kata Nyanyang.
Dalam kesempatan itu, ia juga memaparkan peluang investasi untuk pengembangan kawasan Artificial Intelligence (AI) dan pusat data berskala nasional di Pulau Bintan.
Menurutnya, Pemprov telah menyiapkan lahan seluas 3.000 hektare yang sebelumnya merupakan area tambang dan kini memiliki potensi energi terbarukan serta akses langsung ke kabel laut internasional.
“Ini bukan sekadar infrastruktur digital. Ini adalah lompatan strategis agar Kepri menjadi beranda digital NKRI,” tegasnya.
Rencana pembangunan kawasan AI ini didukung Dirjen Teknologi Pemerintahan Digital Kemkomdigi, Mira Tayyiba. Ia menekankan pentingnya partisipasi pemerintah daerah dalam proyek yang dibiayai swasta tersebut.
“Pemerintah daerah kami dorong untuk memperoleh kontribusi minimal 15 persen dari total nilai investasi. Ini bentuk kolaborasi yang adil antara pusat, daerah, dan swasta,” jelasnya.
Mira juga menggarisbawahi pentingnya penggunaan energi hijau dalam pengoperasian pusat data, mengingat tingginya kebutuhan daya dalam pemrosesan kecerdasan buatan.
“Pembangunan data center harus berbasis energi terbarukan dan sistem pendingin yang efisien,” kata dia. (red)