UNRWA: 50.000 Anak Palestina Tewas atau Terluka di Gaza sejak Perang Dimulai

4 weeks ago 57

GAZA (jurnalislam.com)– Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengungkapkan bahwa sedikitnya 50.000 anak Palestina di Gaza telah terbunuh atau terluka sejak dimulainya agresi militer Israel pada Oktober 2023.

Dalam pernyataan resmi melalui akun media sosial X pada Senin (2/6/2025), UNRWA menyebut bahwa warga sipil termasuk anak-anak, pekerja kemanusiaan, tenaga medis, dan jurnalis terus menjadi korban di tengah serangan Israel yang brutal dan tanpa pandang bulu.

Pernyataan ini dirilis bersamaan dengan perintah Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, untuk memperluas operasi militer di wilayah utara dan selatan Jalur Gaza. Militer Israel berdalih operasi ini bertujuan untuk “menciptakan kondisi bagi pemulangan sandera dan mengalahkan Hamas”. Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia menilai langkah tersebut justru memperparah penderitaan warga sipil dan menambah jumlah korban jiwa.

𝗣𝗲𝗻𝘆𝗮𝗹𝘂𝗿𝗮𝗻 𝗕𝗮𝗻𝘁𝘂𝗮𝗻 𝗧𝗲𝗿𝗵𝗮𝗺𝗯𝗮𝘁, 𝗥𝗮𝗸𝘆𝗮𝘁 𝗚𝗮𝘇𝗮 𝗧𝗲𝗿𝗮𝗻𝗰𝗮𝗺 𝗞𝗲𝗹𝗮𝗽𝗮𝗿𝗮𝗻

Meski Israel mengklaim telah mendirikan pusat distribusi bantuan kemanusiaan yang baru, berbagai organisasi internasional mengkritik langkah ini sebagai langkah tidak efektif dan eksklusif. Pasalnya, penutupan penyeberangan perbatasan oleh Israel selama lebih dari 90 hari telah mendorong 2,4 juta penduduk Gaza ke jurang kelaparan.

Upaya distribusi bantuan melalui mekanisme baru yang disebut “Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF)” didukung oleh Israel dan Amerika Serikat juga menuai kritik tajam. Banyak badan PBB meragukan kredibilitas dan legalitas lembaga tersebut, terlebih karena sejumlah operasi bantuan di “zona aman” justru berakhir dengan kekacauan dan penembakan mematikan oleh tentara Israel.

Pada Ahad (1/6), pasukan Israel menembaki kerumunan warga yang sedang mengantre bantuan di Rafah, menewaskan 32 orang dan melukai lebih dari 250 lainnya, menurut laporan Kantor Media Pemerintah Gaza. Di hari yang sama, tiga warga, termasuk seorang anak berkebutuhan khusus, tewas akibat tembakan artileri di wilayah al-Mawasi, barat Khan Younis.

Serangan lainnya menghancurkan fasilitas penting seperti klinik dialisis di Gaza utara dan melukai puluhan warga sipil di wilayah tengah.

Kementerian Kesehatan Gaza mencatat 37 warga Palestina tewas dan 136 lainnya terluka hanya dalam 24 jam terakhir. Banyak korban yang masih tertimbun reruntuhan, sementara tim penyelamat kesulitan menjangkau lokasi-lokasi terdampak.

𝗞𝗿𝗶𝘀𝗶𝘀 𝗞𝗲𝘀𝗲𝗵𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗠𝗲𝗻𝘁𝗮𝗹 𝗔𝗻𝗮𝗸-𝗔𝗻𝗮𝗸 𝗚𝗮𝘇𝗮

Selain luka fisik, Gaza kini menghadapi darurat kesehatan mental, terutama di kalangan anak-anak. Studi terbaru dari Gaza Community Mental Health Programme menunjukkan bahwa 70 persen anak-anak pengungsi mengalami gejala PTSD, kecemasan, dan depresi.

Salah satu contohnya adalah Lana Khalil Sharif (10), yang mengalami vitiligo dan rambut beruban dini akibat trauma setelah selamat dari serangan udara.

“Dokter mengatakan kondisi anak saya disebabkan oleh tekanan psikologis berat,” ungkap ibunya kepada The New Arab.

Kasus lain menimpa Malak Ahmed (6), penyandang autisme yang kehilangan ayahnya dalam serangan di Nuseirat. Kini, Malak mengalami komplikasi kesehatan serius dan memerlukan perawatan medis yang tidak tersedia di Gaza.

Anak-anak yang selamat kerap menjadi yatim piatu dan mengalami trauma mendalam. Seperti Jude Abu Saleh (4), yang kini menderita mimpi buruk, serangan panik, dan kecemasan parah setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam pengeboman.

Dokter di Gaza juga melaporkan munculnya penyakit misterius di kalangan anak-anak, termasuk kasus Rahaf Ayad (10) yang mengalami penurunan berat badan drastis hingga tidak mampu bergerak. Minimnya fasilitas kesehatan membuat diagnosis dan pengobatan menjadi sangat terbatas.

𝗙𝗮𝘀𝗶𝗹𝗶𝘁𝗮𝘀 𝗠𝗲𝗱𝗶𝘀 𝗟𝘂𝗺𝗽𝘂𝗵 𝗧𝗼𝘁𝗮𝗹

Agresi Israel telah menghancurkan hampir seluruh sistem kesehatan di Gaza. Hingga saat ini, 38 rumah sakit hancur, 81 pusat kesehatan ditutup, dan lebih dari 160 klinik tidak dapat beroperasi. Sejak Maret lalu, tidak ada suplai obat, bahan bakar, maupun makanan yang diizinkan masuk ke wilayah ini.

Dr. Amal Abu Abada, Direktur Pusat Komunitas Kesehatan Mental Gaza, menyebut bahwa anak-anak kini hidup dalam ketakutan kronis yang terus-menerus.

“Semakin besar ketakutan, semakin buruk pula kondisi kesehatan mereka,” tegasnya. (Bahry)

Sumber: TNA

Read Entire Article
Alur Berita | Malang Hot | Zona Local | Kabar Kalimantan |