
AlurNews.com – Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) di Kepulauan Riau (Kepri) memberikan multiplier effect yang luas. Tidak hanya menyumbang energi nasional, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, membuka lapangan kerja, hingga menggerakkan sektor usaha masyarakat.
Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, CW Wicaksono mengatakan geliat hulu migas di Kepri mulai terlihat kembali seiring beroperasinya Lapangan Forel dan Terubuk pada Mei 2025. Proyek tersebut menambah kapasitas produksi sekitar 30.000 barrel oil equivalent per day (BOEPD).
“Industri migas tidak hanya berhenti di laut. Manfaatnya menjalar ke darat dalam bentuk lapangan kerja, industri penunjang, hingga meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal,” ujar Wicaksono, Kamis (18/9/2025).
Pihaknya juga melihat, pertumbuhan ekonomi Kepri dalam beberapa tahun terakhir stabil. Dimana Tahun 2023 ekonomi tumbuh 5,20 persen, dan pada triwulan I 2025 tercatat 5,16 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Wicaksono menyebut, capaian itu salah satunya ditopang oleh sektor hulu migas yang kembali bangkit setelah sempat mengalami kontraksi produksi.
Proyek Forel dan Terubuk menyerap lebih dari 2.300 tenaga kerja. Dari jumlah itu, 1.386 pekerja terlibat di galangan kapal Batam yang mengerjakan fasilitas produksi lepas pantai.
Keterlibatan tenaga kerja lokal juga semakin besar, terutama di Kabupaten Anambas. Banyak putra daerah bekerja di posisi operator dan foreman.
“Kehadiran tenaga kerja lokal ini bukan hanya menambah penghasilan rumah tangga, tetapi juga memutar roda ekonomi masyarakat, mulai dari warung, penginapan, transportasi, hingga usaha kecil,” jelasnya.
Selain itu, program pemberdayaan masyarakat turut digulirkan. Mulai dari beasiswa untuk pelajar berprestasi, pelatihan keterampilan nelayan, pemberdayaan perempuan melalui UMKM, hingga dukungan sarana pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, untuk Kabupaten Anambas, telah dibentuk forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) untuk mengoordinasikan program CSR dari kontraktor migas. Forum ini memastikan program lebih tepat sasaran, tidak tumpang tindih, dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
Beberapa dukungan yang sudah berjalan di antaranya penyediaan fasilitas sekolah, bantuan alat kesehatan, kapal nelayan ramah lingkungan, serta pelatihan kewirausahaan untuk generasi muda.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad bahkan mengusulkan agar pendidikan migas dimasukkan ke dalam agenda CSR.
Dampak lain juga terlihat dari sisi fiskal. Kabupaten Natuna pada 2025 menerima lebih dari Rp185 miliar Dana Bagi Hasil (DBH). Sebanyak Rp84 miliar di antaranya berasal dari migas.
Selain itu, BUMD Kepri juga telah resmi mendapatkan Participating Interest (PI) 10 persen di Blok Northwest Natuna. Skema ini memungkinkan daerah ikut langsung menikmati keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam.
Di Batam, multiplier effect hadir lewat industri penunjang. Batam kini menjadi basis galangan kapal dan pabrik komponen, termasuk pabrik pipa seamless pertama di Indonesia yang mampu memproduksi 30.000 ton per tahun. Kapasitas ini ditargetkan meningkat menjadi 70.000 ton pada akhir 2025.
Galangan kapal Batam juga menjadi lokasi konversi kapal tanker menjadi FPSO Marlin Natuna, yang pengerjaannya sepenuhnya dilakukan tenaga kerja Indonesia.
“Jika dikelola dengan bijak dan berkelanjutan, multiplier effect hulu migas akan terus menjadi cerita positif dari Bumi Segantang Lada untuk Indonesia,” jelasnya. (nando)