AlurNews.com – DPRD Kota Batam meminta aktivitas perusahaan swasta di pemukiman RW 09 Teluk Bakau, Batubesar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam dihentikan sementara waktu. Langkah ini dilakukan menyusul keluhan warga yang belum terakomodir oleh pihak perusahaan.
Anggota Komisi I DPRD Batam, Muhammad Fadhli, menyebutkan berdasarkan informasi yang diterima, lahan yang digunakan perusahaan tersebut memiliki kejanggalan administratif.
Perusahaan yang beroperasi adalah PT Citra Buana Perkasa, tetapi lahan itu dialokasikan untuk PT Citra Tri Tunas. Meskipun mereka satu grup, status legalnya berbeda.
“Oleh karena itu, dalam rapat dengar pendapat (RDP) kemarin, kami meminta aktivitas perusahaan dihentikan hingga aspirasi warga dipenuhi,” ujar Fadhli, Kamis (21/11/2024).
Diketahui, hingga kini masih ada 144 Kepala Keluarga (KK) di kawasan tersebut yang belum mendapat kejelasan terkait dampak aktivitas perusahaan.
DPRD Batam meminta perangkat lurah, camat, dan instansi terkait untuk segera melakukan mediasi agar masalah ini terselesaikan.
“Kami juga mengingatkan agar tidak ada intimidasi, intervensi, atau tekanan dari pihak manapun terhadap warga,” kata dia.
Kurangnya komunikasi jadi sorotan Simeon Senang, perwakilan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Batam. Yang turut mengadvokasi warga, menyoroti buruknya komunikasi antara perusahaan dan warga.
“Selama hampir dua tahun terakhir, perusahaan tidak pernah berdialog langsung dengan warga. Akibatnya, sering terjadi gesekan antara warga dan aparat di lapangan,” kata Simeon.
Ia juga mengkritik kinerja perangkat kelurahan dan kecamatan yang dinilai tidak maksimal. “Lurah dan camat seharusnya menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah. Sayangnya, mereka justru sering absen, sehingga situasi semakin rumit,” tambahnya.
Hingga kini, warga RW 09 Teluk Bakau berharap adanya solusi konkret dari semua pihak terkait untuk mengakhiri polemik ini.
Sebelumnya diberitakan Komisi I DPRD Kota Batam mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP), untuk menindaklanjuti keluhan warga RW09 Teluk Bakau, Batubesar, Nongsa. Warga menuntut kejelasan dan keadilan atas rencana pembangunan oleh sebuah perusahaan swasta yang berdampak pada pemukiman mereka.
Ketua RW 09 Teluk Bakau, Diki, mengatakan polemik ini bermula pada tahun 2022 ketika perusahaan melakukan sosialisasi terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) di kantor Lurah Batu Besar. Namun, dalam pertemuan tersebut, tidak ada penjelasan rinci mengenai nasib warga yang terdampak.
“Ketika itu hanya diinformasikan bahwa akan ada kegiatan pembangunan di RW 09 Teluk Bakau, tetapi tidak dibahas bagaimana solusi bagi warga yang terdampak,” katanya, Rabu (20/11/2024) lalu.
Seiring waktu, perusahaan mulai menawarkan kompensasi kepada warga secara individu tanpa transparansi. Proses pergantian rugi yang disampaikan juga dianggap tidak memadai, dengan nilai maksimal Rp15 juta berdasarkan kondisi fisik rumah warga.
“Ada kesan bahwa ini dilakukan tanpa melibatkan warga secara menyeluruh. Sosialisasinya juga kurang jelas dan tidak transparan,” ujarnya.
Meski mendukung pembangunan, warga tetap memperjuangkan hak mereka. Sebagian besar warga telah menerima kompensasi dan pindah, tetapi ada beberapa yang memilih bertahan.
Simeon Senang, perwakilan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Batam yang terlibat dalam advokasi, menyoroti kurangnya komunikasi perusahaan dengan warga.
“Perusahaan tidak pernah turun langsung dan berdialog dengan warga. Selama hampir dua tahun terakhir, komunikasi mandek. Bahkan, gesekan antara warga dan aparat sering terjadi,” kata Simeon. (Roma)