
AlurNews.com – Proyek pemeliharaan berkala jembatan di Kabupaten Natuna senilai Rp2,1 miliar diduga kuat dilaksanakan tanpa pengawasan tenaga ahli bersertifikat dan mengabaikan standar keselamatan kerja. Temuan di lapangan menunjukkan pelaksanaan proyek tidak sesuai ketentuan teknis dan hukum, serta berpotensi membahayakan keselamatan pekerja.
Proyek yang mulai dikerjakan sejak 22 Mei 2025 ini menuai sorotan publik setelah investigasi di lapangan mendapati para pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti body harness, padahal bekerja di area berisiko tinggi. Ironisnya, sebagian pekerja bahkan tampak mengenakan celana pendek, pelanggaran nyata terhadap standar keselamatan konstruksi.
Pengawas dari CV Karya Anak Bangsa, Fajri menyebut bahwa seluruh pekerja berasal dari tenaga lokal.
“Tenaga ahlinya di Batam, tidak ada di sini saat ini,” kata Fajri, Senin (7/7/2025).
Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan serius tentang kepatuhan kontraktor terhadap isi kontrak serta keabsahan teknis pelaksanaan proyek.
Fajri juga menyatakan bahwa seluruh pekerja telah didaftarkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Namun, hasil penelusuran tidak menemukan adanya kontrak kerja antara perusahaan dan para pekerja lokal. Tanpa dokumen resmi, pendaftaran BPJS diragukan keabsahannya, karena legalitas hubungan kerja menjadi syarat mutlak.
Menanggapi laporan ini, perwakilan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) di Natuna, Hartono, menegaskan akan mengambil tindakan tegas.
“Respons kami terhadap pekerja yang tidak memakai K3 adalah menghentikan pekerjaan sementara,” ujarnya Hartono.
Ia juga mengungkapkan bahwa dalam kontrak proyek seharusnya tercantum dua tenaga ahli, yakni:
1 orang Tenaga Ahli Pelaksana (minimal 2 tahun pengalaman)
1 orang Tenaga Ahli dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Namun hingga kini, kehadiran fisik kedua tenaga ahli tersebut belum terpantau di lokasi. Hal ini memunculkan dugaan bahwa pencantuman nama mereka dalam kontrak hanya sebatas formalitas, tanpa pelibatan nyata dalam pelaksanaan proyek.
Berdasarkan data dan temuan, proyek ini diduga melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
1. UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Pasal 70 ayat (1): Tenaga kerja konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja.
Pasal 91: Penyedia jasa yang tidak memenuhi ketentuan dapat dikenai sanksi administratif, termasuk penghentian sementara dan pencabutan izin usaha.
2. Permen PUPR No. 10 Tahun 2021 tentang SMKK (Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi).
Mengatur kewajiban penggunaan APD, pengawasan keselamatan, dan pelatihan keselamatan kerja bagi pekerja konstruksi.
3. UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Pasal 15 ayat (1): Pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerja ke dalam program BPJS.
Tanpa kontrak kerja, status hukum dan perlindungan pekerja menjadi tidak jelas.
Dengan nilai proyek yang cukup besar, publik berhak menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keselamatan kerja dalam pelaksanaannya. Dugaan bahwa proyek ini berjalan tanpa pengawasan tenaga ahli serta tanpa jaminan perlindungan ketenagakerjaan harus segera ditindaklanjuti oleh BPJN, pengawas ketenagakerjaan, dan BPJS Ketenagakerjaan. (Fadli)