AlurNews.com – Anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Muhammad Mustofa menyoroti penanganan hukum terhadap tragedi kecelakaan kerja di kapal MT Federal II di PT ASL Shipyard Indonesia, Tanjung Uncang.
Ia menilai, kasus ini seharusnya bisa langsung diproses secara pidana tanpa harus menunggu hasil nota pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Kepri.
Menurut Mustofa, kecelakaan kerja di perusahaan tersebut bukan terjadi kali ini saja. Pihaknya menyebut telah terjadi miss dalam aspek sosial dan pengawasan ketenagakerjaan, karena kasus serupa terus berulang dari tahun ke tahun tanpa adanya evaluasi dan penindakan yang tegas.
“Ini bukan kejadian pertama, kasus kecelakaan kerja, terutama yang berkaitan dengan K3, selalu berulang. Padahal, kalau SOP diterapkan dengan benar, sebagian besar kecelakaan kerja bisa dihindari,” ujar Mustofa, Senin (27/10/2025).
Ia menegaskan, dari perspektif hukum pidana murni, aparat kepolisian sebenarnya dapat langsung melakukan penyelidikan karena ada korban jiwa.
“Polisi tidak harus menunggu nota pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja. Ketika ada korban meninggal dunia, itu sudah bisa masuk ranah pidana. Jadi tidak perlu menunggu hasil nota pengawasan yang kadang prosesnya lama dan tidak tegas,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mustofa juga menilai bahwa alasan menunggu nota pengawasan sering kali menjadi faktor lambatnya proses hukum dalam kasus kecelakaan kerja di Batam.
“Nota pengawasan itu kadang sumir, dan ini yang membuat polisi ragu untuk bertindak cepat. Padahal, kalau dari sisi pidana, mereka sudah bisa langsung masuk karena ini menyangkut nyawa manusia,” ujarnya.
Terkait dua tersangka dalam kasus ini yang belum ditahan, Mustofa mengatakan pihaknya masih menunggu rilis resmi dari kepolisian. Namun, ia menilai langkah tersebut perlu dikaji secara hukum agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
“Barang bukti dan lokasi kejadian sudah jelas. Jadi kalau ada penangguhan penahanan, tentu publik bertanya-tanya. Tapi kita tunggu dulu penjelasan resminya,” tambahnya.
Lebih jauh, Mustofa juga menyoroti aspek kewenangan BP Batam dalam pengawasan industri. Menurutnya, sejak ditetapkannya PP Nomor 25 dan PP Nomor 28 Tahun 2025, sejumlah perizinan industri yang sebelumnya berada di provinsi kini telah menjadi kewenangan BP Batam.
“BP Batam harus berani bersikap. Kalau kejadian seperti ini terus berulang dan perusahaan terbukti lalai, izinnya bisa dicabut. Jangan sampai kita terkesan membiarkan kesalahan yang sama terjadi terus-menerus,” tegas Mustofa.
Ia mengingatkan bahwa tingkat kecelakaan kerja di Batam tergolong tinggi dibanding kota-kota industri lain di Indonesia. Karena itu, DPRD meminta semua pihak baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun pelaku usaha untuk serius mencegah tragedi serupa terulang.
“Batam ini sudah darurat K3. Tiga bulan lalu kejadian, sekarang terjadi lagi di lokasi yang sama. Ini memprihatinkan. Kami di DPRD akan terus mendorong agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan tegas,” katanya. (Nando)

13 hours ago
7

















































