
AlurNews.com – Tiga karya budaya asal Kota Tanjungpinang resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Nasional 2025 oleh Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi.
Penetapan tersebut diumumkan dalam Sidang Penetapan WBTb Indonesia 2025 yang digelar di Jakarta, Jumat (10/10/2025). Dari 14 usulan karya budaya yang diajukan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Tanjungpinang berhasil meloloskan tiga karya budaya, yakni Astakona, Aqiqah, dan Pijak Tanah Mekah.
Ketiganya kini tercatat sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa yang diakui secara resmi oleh pemerintah pusat.
Plt Kepala Bidang Adat Tradisi, Nilai Budaya, dan Kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Heri Susanto, menyampaikan rasa syukur atas capaian tersebut.
“Setelah melalui berbagai proses panjang, tiga karya budaya Tanjungpinang akhirnya ditetapkan sebagai WBTb nasional,” ujarnya, Minggu (12/10/2025).
Heri turut mengapresiasi dukungan berbagai pihak yang berperan dalam proses penetapan, mulai dari Kementerian Kebudayaan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, masyarakat, hingga para narasumber. Salah satunya adalah Dato’ Syafaruddin, yang menjadi presentator saat pemaparan karya budaya di hadapan tim ahli penilai.
Ia menambahkan, pada tahun 2026 pihaknya berencana kembali mengusulkan beberapa karya budaya lainnya dengan melengkapi data dan dokumentasi pendukung.
“Beberapa yang akan kami usulkan antara lain baju Gunting Pahang, baju Potong Cina, dan Tanggal Pusat,” jelasnya.
Selain itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga akan menggelar sosialisasi WBTb untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya lokal.
“Harapannya, karya budaya yang telah ditetapkan tidak berhenti pada pengakuan semata, tetapi terus dijaga dan diwariskan,” tambah Heri.
Penetapan tiga karya budaya ini menjadi langkah penting dalam memperkuat identitas budaya Kota Tanjungpinang.
Pemerintah daerah berkomitmen melanjutkan program pembinaan dan promosi agar tradisi dan nilai-nilai luhur tersebut tetap hidup di tengah masyarakat. (red)