AlurNews.com – Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 Tahun 2025, berpotensi menimbulkan masalah perizinan terutama di sektor pelayaran dan industri maritim di Kota Batam, Kepulauan Riau. Peraturan tersebut dianggap menimbulkan tumpang tindih kewenangan, antara Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Hal ini disampaikan Ketua Forum Masyarakat Peduli Batam Maju (FMPBM), Osman Hasyim yang menilai hal ini terjadi akibat dualisme kebijakan antara Kementerian dan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“Ada dua lembaga yang nantinya sama-sama memberikan pelayanan, yaitu KSOP dan BP Batam. Akibatnya, pelayanan menjadi tidak efektif dan tidak efisien, bahkan berpotensi menimbulkan masalah hukum,” jelas Oesman saat ditemui di kawasan Tiban, Senin (13/10/2025).
Osman menilai, situasi ini telah menimbulkan rasa khawatir di kalangan pejabat maupun penyedia jasa di bidang pelayaran dan industri maritim. Beberapa pihak bahkan disebutnya sedang menghadapi proses hukum akibat ketidaksinkronan kebijakan tersebut.
Menurutnya, jika PP tersebut diterapkan tanpa sinkronisasi dengan undang-undang yang berlaku, maka izin dan perizinan yang dikeluarkan bisa dianggap invalid.
Oesman menyinggung persoalan pemanduan dan penundaan kapal di Batam, yang sempat menyeret sejumlah pihak ke ranah hukum. Kondisi ini merupakan dampak tumpang tindih kewenangan.
“PP 25/2025 tidak hanya berdampak kepada masyarakat, tapi juga bisa membuat izin-izin yang dikeluarkan menjadi tidak sah karena tidak bersesuaian dengan perundangan. Ada yang bekerja sama dengan KSOP disebut merugikan negara, ada juga yang kerja sama dengan BP malah disebut merugikan juga. Ini bukti nyata betapa kacaunya tumpang tindih kewenangan ini,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2000, BP Batam mendapatkan kewenangan melalui pelimpahan dari kementerian, bukan mengambil alih.
Karena itu, Osman menilai langkah BP Batam yang membuat aturan setingkat perundangan sudah melampaui kewenangan yang diatur.
“BP Batam itu hanya boleh membuat ketentuan, bukan perundangan. Kalau mengambil alih kewenangan, itu sudah bertentangan dengan undang-undang,” ujarnya.
* Tidak Ada Tumpang Tindih, PP 25/2025 Dorong Kemudahan Berusaha
Terpisah, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Amsakar Achmad membantah dugaan tumpang tindih antara PP 25/2025 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dengan PP 28/2024 tentang Pelayanan Perizinan Berbasis Risiko.
Amsakar menilai regulasi ini telah melalui kajian oleh berbagai Kementerian dan lembaga. Pelaksanaan kedua PP ini, bagian dari upaya BP Batam menghadirkan pelayanan publik yang cepat, sederhana, dan transparan, sekaligus mendorong percepatan realisasi investasi di Kota Batam.
“Seluruhnya sudah dibahas bersama 11 kementerian di bawah koordinasi Menko Perekonomian. Jadi saya yakin tidak ada benturan hukum. Kini seluruh perizinan yang menjadi kewenangan BP Batam sudah ditake over dan kini terintegrasi dalam sistem kami,” jelasnya saat memberi keterangan dalam coffe morning Kepala BP Batam bersama sejumlah pimpinan media Batam di Kopi Boemi, Selasa (7/10/2025) lalu.
Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga kategori utama layanan dalam kedua peraturan tersebut yakni pelayanan dasar, pelayanan perizinan berusaha, dan pelayanan perizinan untuk menunjang usaha. Serta 2.416 jenis pelayanan perizinan dan non-perizinan dari 16 sektor usaha.
“Semua layanan yang berkaitan dengan tugas, fungsi, dan kewenangan BP Batam sudah tersedia dalam aplikasi online, termasuk kesiapan sumber daya manusianya,” katanya.
BP Batam juga telah membangun dashboard pemantauan real-time untuk mengawasi progres penyelesaian izin. Melalui sistem tersebut, pihaknya dapat melihat jumlah izin yang selesai maupun yang belum terselesaikan setiap harinya.
“Menjelang petang kami selalu memantau. Bila ada izin yang belum selesai, kami langsung hubungi direktur terkait. Saat ini capaian penyelesaian izin mencapai 88 persen per hari,” jelasnya.
Amsakar mencontohkan, adanya simplifikasi dan efisiensi waktu dalam proses perizinan, termasuk untuk izin-izin besar seperti AMDAL Penanaman Modal Asing (PMA) yang sebelumnya bisa memakan waktu hingga satu tahun, kini dapat diselesaikan hanya dalam 6 hingga 9 bulan.
“Data terakhir, dari 101 izin yang diajukan hingga hari ini, 93 sudah selesai diproses, dengan total rencana investasi mencapai Rp33,7 triliun yang termonitor secara real-time,” ujarnya. (Nando)