
AlurNews.com – Orangtua di Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Batam, Kepulauan Riau saat ini harus mengeluarkan uang iuran sebesar Rp100 ribu per bulan, hanya untuk menanggung biaya operasional satu-satunya lembaga pelayanan terapi bagi anak penyandang autisme milik pemerintah di Provinsi Kepri.
Adapun uang iuran yang dikumpulkan para orang tua anak di PLA Batam, nantinya akan digunakan sebagai penutup biaya terapi air, dan les musik bagi anak mereka. Selain itu, uang iuran juga digunakan untuk operasional PLA seperti jasa kebersihan hingga membeli kertas.
“Sejak tiga tahun terakhir, tidak ada dana operasional bagi PLA dari Pemerintah Provinsi,” jelas Rana, salah satu orang tua anak saat ditemui di Batam Center, Kamis (3/7/2025) siang.
Terkait iuran, Rana dan para orang tua lain mengaku tidak keberatan dikarenakan iuran per bulan ini juga diperuntukan guna membayar biaya tenaga para terapis bagi anak mereka.
Rana menerangkan, iuran dilakukan setelah para orang tua mendapat keluhan dari PLA bahwa sejak tiga tahun terakhir tidak ada lagi dana operasional dari pemerintah.
Dikarenakan permasalahan biaya, PLA Batam saat ini juga mengalami kekurangan tenaga terapis. Dari awalnya PLA Batam memiliki 3 orang terapis, kini terapis di PLA Batam hanya tersisa satu orang.
“Saat ini hanya ada satu terapis, sebelumnya tiga orang, tapi dua orang lainnya sudah lolos seleksi PPPK. Jika satu lagi juga lolos, maka tidak ada lagi terapis di PLA. Karena mereka semua nanti akan ditarik dan ditempatkan di lokasi berbeda,” jelasnya.
Adapun total staf PLA Batam yang berjumlah 5 orang, kini mengambil kesempatan dalam seleksi PPPK setelah masalah dana operasional mulai mencuat. Orang tua menyebut kondisi ini semakin terasa parah kurun waktu dua bulan belakangan.
Para staf yang mengikuti seleksi PPPK di Provinsi Kepri, awalnya berharap agar tetap ditempatkan di PLA Batam setelah lulus seleksi. Namun harapan ini pupus, setelah keputusan peserta lulus seleksi di Tanjungpinang.
Kekurangan biaya operasional ini juga membuat berkurangnya anak di PLA Batam. Dimana saat ini hanya tersisa 15 orang anak, yang mengikuti terapi dari dana iuran para orang tua.
“Setelah dana tida ada, harapannya ikut seleksi PPPK, dan nanti bisa ditempatkan disini. Namun ternyata berbeda karena mereka ditempatkan di tempat lain. Sekarang kotor dimana-mana, dulunya ada 60 anak sekarang sisa 15. Karena hanya orang tua ini yang masih mampu bertahan dengan tetap iuran untuk bayar terapis. PLA ini membantu kami para orangtua yang memiliki kemampuan ekonomi menengah ke bawah. Terapi bagi anak autis di luar PLA mahal mas, bisa Rp80-100 ribu per jam tergantung jumlah sesi,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Khusus Disdik Provinsi Kepri, Siti Hidayati Roma, menyebut bahwa secara kelembagaan PLA Batam belum memiliki struktur resmi dan masih dalam proses pembentukan.
Siti menyebut ada dua opsi yang disiapkan untuk kelembagaan PLA ke depan. Opsi pertama yakni digabungkan dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) dan opsi kedua masuk ke dalam Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus.
“Selama ini PLA tidak punya struktur organisasi. Kami sudah usulkan agar ada perubahan, dan saat ini sedang diusulkan untuk disusun peraturan gubernurnya,” jelasnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (3/7/2025).
Siti menegaskan bahwa PLA sejauh ini tidak memiliki tenaga terapis bersertifikat. Terapis yang sebelumnya di PLA bukan merupakan orang yang ahli di bidangnya.
“Lima staf yang selama ini bekerja di PLA ternyata bukan terapis bersertifikasi. Mereka sudah terbiasa melakukan terapi, tapi secara formal mereka tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Siti menyampaikan alasan tidak bisa bisa ditempatkan kembali para terapis ke PLA usai lulus PPPK karena Disdik tidak dapat mengusulkan formasi terapis dan itu merupakan kewenangan Dinas Kesehatan.
Sebagai solusi, apabila PLA digabungkan ke SLB atau bidang pendidikan khusus, maka layanan terapi harus dilakukan melalui kerja sama dengan tenaga profesional.
“Harus dibedakan, anak autis sebagai peserta terapi itu beda dengan peserta didik. Anak yang belum lolos asesmen tidak bisa langsung masuk SLB, mereka harus terapi rutin dulu,” jelasnya.
Pemprov menargetkan regulasi terkait status hukum PLA dapat rampung tahun ini. Setelah statusnya jelas, bantuan resmi dari pemerintah bisa dikucurkan dan proses pelayanan bisa berjalan lebih baik.
“Untuk status PLA tahun ini ditargetkan harus siap. Mudah-mudahan lebih cepat,” ujarnya. (Nando)