
AlurNews.com – Penyidikan kasus pengangkutan 11 ton BBM jenis solar tanpa izin oleh kapal KM Rizki Laut IV terus berlanjut. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri menetapkan nakhoda kapal, pria berinisial MF, sebagai tersangka karena diduga kuat melanggar Undang-Undang Pelayaran.
Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Kepri, AKBP Zamrul Aini menjelaskan, MF dijerat Pasal 323 ayat (1) Jo Pasal 219 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran karena berlayar tanpa Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Syahbandar.
“Tanpa SPB, kapal tak boleh beroperasi. Ini bentuk pelanggaran. Sampai hari ini, tersangka masih satu yakni nakhoda,” ujarnya, Selasa (10/6/2025).
Selain nakhoda, penyidik juga telah memanggil beberapa pihak yang berkaitan langsung, termasuk yang diduga sebagai pemilik kapal dan BBM. Namun, hingga kini mereka belum memenuhi panggilan.
“Kalau memang kooperatif, datang ke penyidik. Karena sudah beberapa kali kami panggil, mereka tak mau datang,” jelasnya.
Menurut Zamrul, solar yang diangkut bersifat non-subsidi, namun tetap tanpa izin niaga. Karena itu, MF juga dikenakan Pasal 40 angka 8 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 53 UU Migas.
“Meski non-subsidi, tetap tak boleh diangkut tanpa izin usaha hilir. Dulu sanksinya pidana, sekarang lebih ke administratif. Tapi ini jadi celah bagi pelaku usaha nakal,” terang Zamrul.
Terkait penyelidikan, penyidik kepolisian kini menggandeng BPH Migas dan Ditjen ESDM untuk menangani dugaan pelanggaran distribusi BBM ilegal ini. Dua lembaga itu disebut punya kewenangan penuh dalam pengawasan perizinan usaha niaga BBM.
“Karena itu, kami gandeng BPH Migas dan Ditjen ESDM terkait sanksi lebih berat,” terangnya.
Terkait kritik dari pihak kuasa hukum yang menuding proses penyidikan tidak prosedural, Zamrul menyatakan hal tersebut sah dalam ranah hukum. Ia pun mempersilahkan pihak yang keberatan atas penangkapan itu melakukan upaya hukum.
Ia memastikan semua tindakan penyidik dilakukan sesuai prosedur, termasuk saat naik ke kapal dan memperlihatkan surat perintah.
“Kalau mau tempuh praperadilan, silakan. Kami siap pertanggungjawabkan semua proses, dari pemeriksaan awal hingga penyidikan,” ujarnya.
Sebelumnya, kuasa hukum MF, kapten kapal KM Rizki Laut-IV angkat bicara dan menilai seluruh proses yang berlangsung hingga saat ini cacat hukum.
Ditemui di kawasan Harbour Bay Batam, Agustinus Nahak, selaku kuasa hukum turut menyebut proses penangkapan menyalahi ketentuan KUHAP. Salah satu alasan yang disebut mengenai surat penangkapan terhadap MF.
Agustinus menyebut penangkapan tanpa surat perintah di tempat dan tidak dalam kondisi tangkap tangan, menurutnya, jelas bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) KUHAP.
Agustinus menyebut mengutip hal ini berdasarkan putusan Praperadilan No.32/Pid.Prap/2013/PN.JKT.SEL yang menyatakan bahwa penangkapan tanpa surat resmi adalah tidak sah dan batal demi hukum.
Selain itu, penyitaan HP dan BBM tanpa berita acara serta tidak dihadiri oleh kapten kapal dinilai melanggar ketentuan Pasal 38 dan 39 KUHAP, yang dia kutip dari putusan Praperadilan No.69/Pid.Prap/2015/PN.JKT.SEL.
Ia mengatakan saat ditangkap, klien saya dan kru kapal baru menyelesaikan pelayaran rutin dari Tanjung Uncang.
“Saat dalam perjalanan kembali, kapal didekati satu unit speedboat yang mengangkut lima pria menggunakan senjata laras panjang tanpa menunjukkan surat tugas atau surat perintah penangkapan, mereka langsung memborgol awak kapal dan menodongkan senjata sambil berteriak untuk tidak bergerak,” jelasnya saat ditemui di kawasan Harbour Bay Batam, Selasa (3/6/2025). (nando)