Kotim Bangun SPBN Atasi Kesulitan Masyarakat Dapatkan BBM

5 days ago 7

Ilustrasi - Nelayan merapikan perlengkapan melaut sebelum berlabuh. ANTARA

KABAR KALIMANTAN1, Sampit – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Halikinnor mengatakan, pihaknya siap membangun stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan (SPBN) guna membantu nelayan.

“Insya Allah akhir Januari atau paling lambat awal Februari akan kita bangun SPBN supaya masyarakat tidak lagi kesulitan mendapatkan BBM atau minyak solar,” kata Halikinnor di Sampit, Senin (27/1).

Dia mengatakan, pembangunan stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan segera terwujud karena sudah mendapat izin dari pemerintah pusat. Rencananya pembangunan dilaksanakan di sekitar kawasan Sentra Perikanan Terpadu Sijura di Desa Sei Ijum Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.

Halikinnor menjelaskan, SPBN berbeda dengan SPBU pada umumnya. SPBN akan melayani bahan bakar minyak, khususnya solar untuk kebutuhan nelayan yang hendak melaut dan petani yang mengoperasikan alat produksi pertanian.

“Harganya khusus bersubsidi karena langsung harga dari SPBU dan boleh pakai jeriken karena memang untuk keperluan kapal nelayan maupun alsintan pertanian,” tambah Halikinnor.

Dia menceritakan, rencana pembangunan SPBN sudah lama diupayakan oleh pemerintah daerah, bahkan sejak bupati terdahulu, namun terkendala. Oleh karena itu dia bersyukur karena rencana itu bisa segera diwujudkan.

“Harapannya tidak ada lagi kendala dan tidak ada lagi kesulitan untuk masyarakat berkembang, terutama dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan,” kata Halikinnor.

Berdasarkan data ANTARA, pada 2015 sudah pernah akan dibangun SPBN di Pusat Pendaratan Ikan Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit. Saat itu dialokasikan dari dana APBD Kotawaringin Timur tahun 2015 sebesar Rp997 juta.

Kontrak pembangunannya dimulai pada 21 April dan harus sudah selesai pada 18 Agustus 2015. Lelang proyek pembangunan ini dimenangkan salah satu perusahaan lokal. Namun diduga karena belum berpengalaman, perusahaan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga kontrak berakhir.

Perusahaan sempat diberi toleransi untuk melanjutkan pekerjaan dalam waktu 50 hari. Selama waktu itu, perusahaan wajib membayar denda akibat keterlambatan pekerjaan yang besarnya hampir Rp1 juta per hari.

Namun setelah 50 hari berlalu, ternyata perusahaan tersebut tidak juga mampu memenuhi kewajibannya menyelesaikan pembangunan SPBN itu. Proyek itu akhirnya gagal karena saat lelang, hanya satu perusahaan tersebut yang mendaftar.

Pemerintah daerah menegaskan tidak dirugikan dalam kegiatan itu karena perusahaan tersebut bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang sempat dijalankan.

Sumber: ANTARA

Read Entire Article
Alur Berita | Malang Hot | Zona Local | Kabar Kalimantan |