MAKASAR (jurnalislam.com)- Sabtu sore hingga malam (29/10/2025), Asrama Haji Sudiang, Makasar menjadi lokasi diskusi mendalam antara para ulama dan tokoh Islam dalam agenda Musyawarah Ulama dan Tokoh Ummat se-Sulawesi. Acara ini dipandu oleh Ustadz Mukhtar Daeng Lau dan dihadiri sejumlah tokoh penting seperti Dr. KH. Hasan Basri Rahman, Dr. Ir. Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar, dan Prof. M. Ashdar. Sejumlah pimpinan ormas Islam, pondok pesantren, serta akademisi kampus-kampus di Makasar juga turut hadir.
Hadir pula jajaran Majelis Permusyawaratan Ummat Islam Indonesia (MPUII), yaitu Ketua Utama KH. Mochammad Achwan dari Malang, Sekjen Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D. dari Surabaya, serta unsur pimpinan MPUII asal Riau, Dr. Burhanudin Agung.
Pada Ahad (30/11/2025), Prof. Daniel Rosyid menyampaikan catatan dan penjelasannya kepada jurnalislam.com terkait substansi pembahasan dalam musyawarah tersebut.
𝗠𝗣𝗨𝗜𝗜: 𝗧𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗹𝗲𝗿𝗮 𝗣𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗨𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗨𝗺𝗮𝘁
Ketua Utama MPUII, KH. Mochammad Achwan, menegaskan bahwa MPUII hadir sebagai platform politik yang bertujuan meningkatkan peran politik umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“MPUII adalah sebuah platform politik untuk meningkatkan peran politik ummat Islam. Untuk itu selera politik ulama dan tokoh muslim perlu ditingkatkan agar kehidupan politik kita semakin beradab, berakhlak, dan bernilai ibadah, tidak makin pragmatis dan transaksional seperti yang terlihat dalam sepuluh tahun terakhir,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan kegelisahan atas menguatnya korporatokrasi dan duitokrasi yang disebut makin parah sejak perubahan besar-besaran UUD 18/8/1945 menjadi UUD 10/8/2002.
𝗣𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗠𝗮𝗵𝗮𝗹, 𝗔𝗸𝗮𝗿 𝗠𝗮𝗹𝗮𝗱𝗺𝗶𝗻𝗶𝘀𝘁𝗿𝗮𝘀𝗶 𝗣𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸
Menurut Prof. Daniel Rosyid, UUD 10/8/2002 memberi monopoli politik kepada partai-partai politik sehingga menjadi langka. Politik praktis pun semakin tidak terjangkau bagi warga biasa yang memiliki keterbatasan logistik.
“Rekrutmen pejabat publik jadi semakin mahal dan memberi motif kuat untuk korupsi yang mendorong maladministrasi publik. Tidak hanya demokrasi yang menguap, desentralisasi pun gagal menyediakan pelayanan publik yang bermutu dan murah,” jelasnya.
Dalam diskusi tersebut ditegaskan bahwa politik merupakan sumber daya publik yang diperlukan untuk mencapai tujuan bernegara, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 18/8/1945.
Karena Islam adalah tata kelola kehidupan pribadi hingga publik, maka umat Islam berkepentingan aktif dalam politik agar penyediaan public goods berlangsung efisien, bermutu, dan adil—yang pada akhirnya menjadi rahmatan lil‘aalamiin bagi seluruh warga negara.
𝗨𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗛𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗛𝗮𝗱𝗶𝗿 𝗗𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗣𝗲𝗻𝘆𝗲𝗱𝗶𝗮𝗮𝗻 𝗣𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸
Para ulama diingatkan bahwa peran mereka tidak terbatas pada urusan akhirat. Sebagai pewaris para nabi, ulama juga memikul tanggung jawab dalam penyediaan politik yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat majemuk.
“Rasulullah adalah negarawan, panglima perang, diplomat, dan pedagang yang sukses. Ulama harus menjadikan sunnah Rasul sebagai teladan multi-peran. Politik harus menjadi menu dakwah yang penting,” tegas Prof. Daniel.
Musyawarah ini ditutup dengan penegasan bahwa umat Islam harus semakin terampil dalam menghadirkan politik sebagai kebajikan publik, sesuai amanah Pembukaan UUD 18/8/1945.
“Islam yes, Islam politik very yes!” demikian pesan moral yang disampaikan dalam forum tersebut.

5 days ago
22
















































