KABAR KALIMANTAN1, Sampit – Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Kalimantan Tengah Satuan Pelayanan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berhasil menggagalkan penyelundupan 54 ekor burung ke luar pulau, tiga di antaranya merupakan satwa liar dilindungi undang-undang.
“Puluhan burung ini kami dapati di salah satu truk ketika melakukan pengecekan angkutan kapal yang akan bertolak dari Pelabuhan Sampit,” kata Petugas Paramedik Penyelia Balai Karantina, Warso di Sampit, Minggu (27/10).
Warso menceritakan upaya penyelundupan burung terjadi pada Kamis (24/10) malam di Pelabuhan Sampit. Hal itu terungkap saat petugas karantina memeriksa muatan truk yang akan bertolak menggunakan kapal dari Sampit menuju Surabaya.
Petugas menemukan puluhan burung di dalam enam keranjang yang simpan di atas kabin sebuah truk, karena tidak dilengkapi dokumen resmi petugas kemudian mengamankan satwa tersebut dan meminta keterangan sopir truk.
Setelah dilakukan pemeriksaan, supir truk mengaku tidak mengenal pemilik satwa itu dan hanya dititipi barang untuk dibawa ke Surabaya. Minimnya informasi membuat petugas kesulitan untuk menelusuri pemilih burung-burung tersebut.
Kendati demikian, petugas karantina tetap menyita satwa itu, terlebih ketika dicek terdapat tiga ekor burung cucak hijau, yang termasuk jenis satwa liar dilindungi Undang-Undang.
“Kami juga berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit untuk penanganan dan kesimpulannya hari ini akan dilakukan pelepasliaran,” lanjutnya.
Warso menambahkan, untuk burung yang tidak dilindungi undang-undang sebenarnya masih boleh dibawa ke luar pulau, dengan syarat dilengkapi dokumen resmi dan jumlah yang bawa maksimal dua ekor.
Sementara jumlah yang dibawa pada kejadian ini jelas telah melampaui jumlah yang diizinkan. Sedangkan, untuk satwa liar dilindungi Undang-Undang menjadi kewenangan BKSDA terkait izinnya.
Komandan BKSDA Resor Sampit Muriansyah menyampaikan, ada enam jenis burung yang berhasil diamankan oleh pihak karantina, yakni cucak hijau tiga ekor, cucak kurincang satu ekor, kacer empat ekor, cendet sembilan ekor, rio-rio lima ekor dan manyar 32 ekor.
Setelah diperiksa pihaknya sepakat untuk melakukan pelepasliaran sesegera mungkin di hutan yang berada di tepi Sungai Mentaya yang dinilai cocok untuk habitat burung tersebut. Hal ini untuk menghindari satwa tersebut stres akibat terlalu lama dikurung.
Pelepasliaran ini dilakukan oleh tim BKSDA Resor Sampit, Balai Karantina Hewan dan Pelindo Sampit.
“Saat dilakukan giat pelepasliaran kami mendapati satu ekor burung jenis Cendet yang mati, sedangkan yang lainnya berhasil dikembalikan ke alam,” bebernya.
Berdasarkan data BKSDA Resort Sampit dan Balai Karantina Hewan setidaknya ada empat kasus serupa terjadi selama dua tahun terakhir. Setiap satwa yang berhasil diamankan dilepasliarkan kembali di wilayah Kotim.
Sehubungan dengan kasus ini, Muriansyah mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk mematuhi aturan, terutama yang berkaitan dengan satwa liar dilindungi undang-undang.
Aturan terkait satwa liar dilindungi di Indonesia telah dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, mengangkut, atau memperdagangkan satwa liar dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun telah mati. Pelanggaran terhadap aturan itu dapat diancam dengan pidana penjara lima tahun dan denda Rp100 juta
“Untuk itu, kami berharap bagi masyarakat yang bepergian ke luar pulau Kalimantan untuk jangan membawa satwa liar yang tidak dilindungi melebihi jumlah yang diizinkan, kami juga melarang untuk membawa satwa yang dilindungi ke luar pulau,” ujar Muriansyah.
Sumber: ANTARA