KABAR KALIMANTAN1, Sampit – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Provinsi Kalimantan Tengah, memetakan sejumlah permasalahan dan kendala yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan sampah di wilayah setempat.
Kepala DLH Kotim Machmoer di Sampit, Jumat (8/11), mengakui pengelolaan sampah di Kotim kurang optimal.
“Kami telah memetakan permasalahan dan kendalanya. Untuk mengatasi permasalahan itu dibutuhkan dana yang tidak sedikit,” katanya.
Ia mencatat lima permasalahan dan kendala utama dalam penanganan sampah. Pertama, belum adanya rencana induk pengelolaan sampah di Kotim yang memerlukan biaya Rp500 juta. Kedua, perlu penanganan operasional TPA dengan sistem Sanitary Landfill atau Control Landfill yang memerlukan biaya kurang lebih Rp34 miliar.
Ketiga, perubahan pola hidup masyarakat saat ini banyak menggunakan kemasan plastik. Keempat, belum adanya motivasi pemilahan sampah dari sumber dengan menerapkan metode 3R, yakni Reuse, Reduce, Recycle. Kelima, perlunya regulasi dan sanksi yang kuat dalam melaksanakan pengelolaan dan pengendalian sampah diperlukan biaya Rp500 juta.
Selain itu, pihaknya juga mencatat sarana dan prasarana yang diperlukan untuk optimalisasi pengelolaan sampah, yakni penambahan dua unit ekskavator PC200 senilai Rp5 miliar, dua unit buldozer senilai Rp6 miliar, satu unit loader senilai Rp1 miliar.
Selanjutnya, perbaikan jembatan timbang senilai Rp100 juta, penambahan enam unit dump truck senilai Rp5 miliar dan sepuluh unit bak kontainer senilai Rp1 miliar, pengadaan dua unit mesin gibrig lengkap senilai Rp4 miliar.
Pengadaan satu unit incinerator senilai Rp3 miliar, perubahan dokumen lingkungan senilai Rp500 juta serta perlunya sumber daya manusia dan mekanik alat berat sebanyak tujuh orang.
“Berdasarkan perhitungan tersebut, maka kata kunci untuk Sampit Bersih dan Sehat memerlukan biaya sebesar Rp60,6 miliar,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya pun telah melakukan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui usulan-usulan dengan proposal koordinasi dan konsultasi yang disampaikan kepada DLH Kalteng, Dinas Kehutanan Kalteng, Dinas PUPR Kalteng, DPPW Kalteng, Bappenas, KLHK, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan mitra kerja di DPR RI.
“Kami membutuhkan sumber dana dan kami terus mengupayakan baik yang bersumber dari APBD Kotim, APBD Kalteng maupun APBN. Kami terus berjuang,” kata Machmoer.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kotim Rimbun bersama anggota Komisi II meninjau kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mendapati kekurangan sarana prasarana (sarpras) yang menjadi kendala utama penanganan sampah.
“Kami mendukung Dinas Lingkungan Hidup untuk pemenuhan sarpras dalam rangka pengelolaan sampah. Keterbatasan sarpras, terutama untuk mobilisasi mereka selama ini menjadi kendala dalam menjalankan tugas,” katanya.
Rimbun juga menyampaikan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar rapat melibatkan anggota legislatif, eksekutif, dan pihak ketiga, seperti perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan untuk bersama-sama membahas permasalahan ini.
“Pihak ketiga diharapkan bisa membantu melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pengadaan alat-alat penunjang kinerja DLH, seperti truk, ekskavator, dan buldozer.
Selanjutnya pemerintah daerah bersama Komisi II agar dalam pembahasan APBD Murni 2025 bisa menganggarkan sebagian sarpras yang dibutuhkan DLH dengan menyesuaikan kemampuan anggaran daerah.
Rimbun juga meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah agar segera menyalurkan dana bagi hasil sesuai jadwal dan aturan yang berlaku, karena Pemkab Kotim sangat membutuhkan dana itu untuk mengakomodasi kebutuhan di daerah.
“Nanti kita kumpulkan dan bicarakan bersama, sehingga 2025 mendatang ada beberapa alat yang bisa diakomodasi untuk kebutuhan sarpras DLH, sehingga bisa memberikan kenyamanan dan pelayanan kepada masyarakat dalam penanganan sampah dan tidak lagi meresahkan masyarakat dengan tumpukan sampah,” tuturnya.
Sumber: ANTARA