KABAR KALIMANTAN1, Palangka Raya – Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rizky Badjuri mengatakan, pihaknya diberi tugas Gubernur Sugianto Sabran menyelesaikan permasalahan plasma dan merapikan administrasi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di provinsi setempat.
Perintah itu karena plasma merupakan faktor penting atau ‘kunci’ dalam memberikan kenyamanan dan keberlanjutan investasi perkebunan kelapa sawit di Kalteng, kata dia saat ditemui di Palangka Raya, Rabu (30/10).
“Sekarang ini realisasi plasma di Kalteng sudah mencapai 31 persen, atau bukan lagi 20 persen. Dampaknya, penjarahan terhadap buah kelapa sawit milik perusahaan sudah semakin berkurang,” ucapnya.
Menurut dia, tidak ada satupun yang bisa membantah bahwa keberadaan investasi perkebunan kelapa sawit sangat besar bagi provinsi terluas di Indonesia itu.
Hal itu bisa dilihat dari banyaknya tenaga kerja lokal yang direkrut, berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi, meningkatnya perputaran uang hingga kesejahteraan masyarakat, dan lainnya.
Hanya saja, kata Rizky Badjuri, hak dan kewajiban perusahaan kelapa sawit haruslah berjalan beriringan. Di mana kewajiban itu mulai dari merealisasikan plasma, penyediaan dan penyaluran tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR), terlibat aktif membina masyarakat sekitar areal lahan, dan lainnya.
“Untuk realisasi plasma, bisa saja diganti dengan usaha lain atau membangun kemitraan, jika memang sudah tidak ada lahan yang bisa diberikan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Dengan catatan usaha lain itu harus setara dengan nilai plasma 20 persen dari yang diatur dalam peraturan,” tegas dia.
Kepala Disbun Kalteng ini pun berharap perusahaan perkebunan kelapa sawit, tidak perlu lagi memperdebatkan apakah izinnya sudah terbit sebelum adanya aturan kewajiban merealisasikan plasma 20 persen dari luas lahan atau tidak. Sebab, perdebatan itu tidak akan kunjung selesai dan justru upaya membuat investasi kelapa sawit berkelanjutan menjadi terkendala.
Dia mengatakan, sekarang ini memang plasma sudah tidak ada atau berganti menjadi Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar (FKPMS) melalui satgas sawit. Di mana FKPMS itu sebagai upaya menyiasati perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak ada lagi lahan seluas 20 persen dari keseluruhannya.
“Kawasan alokasi penggunaan lain (APL) sekarang ini kan sudah tidak ada lagi di Kalteng. Kalau plasma dibangun di kawasan hutan, tentunya akan menimbulkan masalah baru. Itulah kenapa perlu ada pola lain, yakni kemitraan membangun usaha lain yang hasilnya sama seperti meealisasikan plasma,” kata Rizky Badjuri.
Dirinya pun meyakini ketika pemberian plasma dengan pola lain itu dapat dioptimalkan, maka penjarahan maupun konflik antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat dapat diminimalisir.
Hal itu bisa terlihat bahwa sekarang ini penjarahan terhadap buah kelapa sawit milik perusahaan, sudah sangat jauh berkurang.
Sumber: ANTARA