
Eceng gondok yang menjadi gulma di Dam Duriangkang ternyata bisa membawa berkah bagi lima Ibu Rumah Tangga (IRT) di Batam. Hasil karya dari eceng gondok itu bahkan bisa tembus hingga pasar Turki.
Partahi Fernando Sirait
Batam
Sebagai gulma, eceng gondok (Eichornia crassipes) kerap menjadi masalah bagi keberlangsungan Waduk Duriangkang, sebab dapat menghambat suplai oksigen ke dasar waduk, menghalangi penetrasi cahaya matahari, hingga berpotensi menyebabkan pendangkalan atau sedimentasi waduk.
Namun tumbuhan yang kerap dianggap menganggu keberlangsungan waduk ini, dilihat sebagai sumber rezeki oleh Isnawati, dan empat temannya yang merupakan warga Kelurahan Mangsang, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Berkat tangan terampil kelima IRT ini, eceng gondok membawa nama mereka dikenal di dua negara tetangga Singapura dan Malaysia. Bahkan kini telah merambah ke pasar khusus wisatawan yang datang ke Turki.
“Semua berawal di 2013 lalu, saat saya melirik serat eceng gondok yang kemudian menghasilkan sepasang sandal. Dari sana muncul ide saya dan teman-teman, untuk mulai menghadirkan kreativitas kami melalui media serat eceng gondok,” jelasnya saat ditemui di kediaman pribadinya, Selasa (9/9/2025).
Isnawati mengakui, ia dan keempat rekannya memiliki keterampilan dalam merajut. Hal inilah yang kemudian membuat kelima nya mulai menghadirkan beberapa produk seperti sendal, dan tas kecil yang awalnya hanya digunakan untuk pribadi.
Seiring berjalannya waktu, hasil kerajinan tangan mereka awalnya mulai dilirik oleh teman, saudara, dan tetangga. Dari sana orderan kecil-kecilan mulai didapatkan oleh Isnawati dan rekan-rekannya.
Untuk proses produksi sebuah karya rajut, Isnawati menceritakan kisah awal mereka yang harus memanen sendiri eceng gondok di pinggiran Dam Duriangkang.
Setelah panen selesai, lima sekawan ini biasanya akan menghabiskan waktu untuk membersihkan tanaman sambil bersantai dan mengobrol di kawasan waduk.
Setelah pembersihan selesai, eceng gondok akan dibawa menggunakan kendaraan yang mereka sewa. Eceng gondok tersebut kemudian akan dijemur terlebih dahulu, hingga akhirnya disimpan di kediaman Isnawati yang juga dimanfaatkan sebagai workshop.
“Namun kini kami berlima tidak memanen lagi di waduk. Melainkan ‘piknik’ sekali sebulan, sambil kami tetap mengenang dan bercerita masa-masa itu,” ujarnya.
Semakin bertambahnya pesanan yang datang, Isnawati kemudian berinisiatif untuk mulai aktif di dalam segala kegiatan UMKM baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam, hingga pihak swasta.

Isnawati dan rekan-rekannya, mulai mempelajari cara pemasaran yang lebih masif, hingga mencari ide untuk menghasilkan produk lain dari serat eceng gondok. Hal ini kemudian melahirkan akun Instagram @isnapuring_ecenggondokbatam di tahun 2018.
Melalui platform media sosial ini, lima sekawan ini mulai menampilkan beberapa bentuk kreativitas lain seperti pot bunga, tas, kursi, hingga meja. Kerajinan Isnawati kemudian berhasil menarik perhatian, hingga tumbuhan yang awalnya dianggap penganggu, mulai menghasilkan rezeki bagi mereka.
“Alhamdulillah untuk awal sebulan dapat meraup untung sebesar Rp10 juta. Itu untuk pasar di dalam dan luar Batam. Kami mulai dilirik hingga akhirnya masuk dalam program Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI),” ujarnya.
Dari program ini, Isnawati dan teman-temannya mendapat kesempatan membuka pasar baru di luar negeri. Singapura dan Malaysia, kemudian menjadi pasar internasional pertama bagi mereka setelah mengikuti program pertemuan dengan buyer yang dilakukan oleh Bank Indonesia Perwakilan Kepri.
Hasil kerajinan seperti pot bunga, tas, dan gantungan berbagai model menjadi produk paling laris dan banyak dipesan oleh konsumen dari kedua negara tersebut. Hal ini kemudian berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan, bagi ibu rumah tangga lainnya yang merupakan tetangga mereka.
Banyaknya pesanan, turut mengubah pola produksi, lima sekawan ini mulai memanfaatkan rumah masing-masing untuk menjadi workshop. Hasil dari masing-masing workshop, kemudian akan dikumpulkan sebelum melakukan pengiriman dengan menggunakan jasa ekspedisi.
“Pola itu masih berlaku sampai sekarang, bahkan workshop sudah lebih banyak karena pesanan sudah mulai banyak. Sekarang tiap bulan kami rutin kirim ke Turki,” jelasnya.
Pandemi dan PMK Datang, Eceng Gondok Tidak Kehilangan Pasar
Tahun 2020 yang ditandai dengan mulai merebaknya Pandemi Covid-19, meninggalkan kisah tersendiri bagi Isnawati dan teman-temannya. Aturan pembatasan yang mulai berlaku di manapun, mulai berpengaruh terhadap usaha Isnapuring.
Tidak hanya itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 199 tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman yang dikeluarkan Kemenkeu di tahun 2020, akhirnya mulai menghilangkan pasar domestik Isnapuring ke beberapa kota lainnya.
“Awalnya kami pikir akan berakhir, namun di balik itu semua pesanan untuk Singapura dan Malaysia tetap datang ke kami. Bahkan kerajinan kami mulai banyak dipakai di Batam sendiri, mulai dari hotel dan apartemen yang mulai dibangun di tahun itu,” ujarnya.
Pada tahun 2020, pesanan pot bunga mengalami peningkatan yang signifikan hingga membuat mereka kewalahan. Tidak hanya datang dari luar negeri, pesanan pot bunga bahkan datang dari masyarakat Batam
“Saya pernah tanya beberapa pembeli, mereka bilang memang untuk koleksi tanaman mereka. Mereka sebut sih daripada stres kerja di rumah terus, dan ngggak ada kegiatan lain,” lanjutnya sambil tertawa.
Setelah berhasil bertahan melalui masa pandemi, Isnawati kemudian mulai aktif mengikuti beberapa kegiatan WUBI hingga bisa mengikuti pameran yang berlangsung di Jepang. Darisana produk Isnapuring kemudian mulai dilirik oleh pasar Turki.
Tidak hanya itu, untuk semakin memperluas peluang Isnapuring juga menjalin mitra dengan beberapa tour and travel di Batam. Nantinya wisatawan mancanegara akan dibawa untuk mengunjungi kediaman Isnawati, yang masih menjadi workshop.
Saat ini, Isnapuring telah menambah berbagai koleksi kerajinan mulai dari karpet, home dekor, kotak penyimpanan, hiasan dinding yang tidak hanya terbuat dari serat eceng gondok, namun kini memanfaatkan serat pohon pisang. Bahkan kini mereka memiliki lukisan yang menggunakan pelepah pisang.
“Khusus Turki, mereka biasanya pesan 150 tas rajutan eceng gondok setiap bulan. Kata mereka tas itu laku dijual ke wisatawan yang datang ke negera mereka,” jelasnya.
UMKM Batam Berpotensi Tembus Pasar Internasional
Pengurus WUBI perwakilan Kepri, Abdun Baskoro Cahyo menyebut potensi UMKM di Provinsi Kepri menembus pasar internasional sangat terbuka lebar.
Dari 297 UMKM binaan BI yang bergerak di sektor kuliner, kriya, dan fesyen saat ini, sektor makanan dan minuman olahan paling mendominasi, terutama untuk ekspor ke Singapura dan Malaysia.
“Namun kalau dari nilai ekspor, justru fesyen lebih besar meskipun pelakunya hanya 2-3 UMKM,” jelasnya saat dikonfirmasi, Selasa (9/9/2025).
Untuk mendorong UMKM mampu menembus pasar ekspor, BI menghadirkan berbagai stimulan pendampingan melalui tiga pilar pendampingan di antaranya, korporatisasi atau kelembagaan, peningkatan kapasitas, fasilitasi bisnis, termasuk akses pembiayaan ke perbankan.
Untuk semakin merangsang potensi ekspor UMKM binaan, BI juga menghadirkan buyer potensial langsung ke Batam, dan memfasilitasi business matching antara UMKM binaan dengan pembeli luar negeri.
Abdun menyebut, geografis Kepri yang berdekatan dengan Singapura dan Malaysia menjadi keuntungan tersendiri, karena komunikasi dengan buyer dari kedua negara tersebut bisa dilakukan lebih intensif.
Data Bank Indonesia juga menyebutkan saat ini kontribusi UMKM terhadap ekspor Kepri diperkirakan baru sekitar 10-15%. Salah satu indikator akselerasi yang digunakan BI adalah kepemilikan sertifikasi, seperti halal, BPOM, hingga HACCP untuk pasar Eropa.
“Untuk kawasan jauh seperti Cina, Australia, atau Eropa, biasanya difasilitasi BI Pusat melalui pertemuan virtual (Zoom). Memilih buyer, kami tidak sembarangan. Informasi mengenai calon pembeli umumnya diperoleh dari Kementerian Perdagangan dan juga rekomendasi BI Pusat,” ujarnya.