MALANG POST – Seni tradisional bantengan asal Malang ternyata sudah ada sejak pasca-colonial. Seni tradisional ini berkembang dan menjadi pertunjukan yang wajib ditampilkan ketika karnaval, hajatan hingga kegiatan ritual seperti bersih desa.
Seni tradisi ini berakar dari kebudayaan masyarakat jaman dulu sejak masa penjajahan Belanda. Arik Sugianto, salah satu pengurus Dewan Kesenian Malang kepada Malang Post, Kamis (14/11/2024) menjabarkan.
Bantengan merupakan refleksi interaksi kehidupan masyarakat pribumi yang luhur atas semangat gotong royong, mandiri, jujur dan berani. Semangat para pendahulu yang memberontak, kemudian mengekspresikan dalam karya seni budaya berbentuk kepala banteng yang penuh semangat dan berjiwa pemberani.
Terdapat 3 bentuk tiruan binatang dalam kesenian bantengan yaitu macan, kera dan banteng. Ketiganya memiliki lambang dan arti yang berbeda-beda.
“Seni bantengan juga bisa diartikan atau dilambangkan sebagai perlawanan terhadap keburukan dan angkara murka yang diperankan oleh binatang”, urainya.
Arik Sugianto sebagai seniman dan salah satu pengurus Dewan Kesenian Malang. (Foto: Istimewa)
Bantengan menggambarkan pertarungan antara banteng melawan macan yang diadu domba oleh si kera. Banteng juga dapat melambangkan kebaikan (kekuatan, keadilan, sekaligus melambangkan kemakmuran).
Di Malang Raya sendiri memiliki budaya bantengan dengan ciri khas tersendiri, yang meliputi seni Bantengan klasik dan seni bantengan modern (mberot).
Bantengan klasik dalam pertunjukannya lebih mengarah ke seni pertunjukan dan ritual tradisi. Sedangkan bantengan modern (mberot) lebih ke arah seni pertunjukan secara umum.
Di Kota Malang juga terdapat Banteng Punuk yang mempunyai pakem klasik, yang salah satunya adalah paguyuban bantengan Joyo Aji.
Menariknya sebuah paguyuban asal Dinoyo ini tetap mengandalkan pakem klasikan. Setiap rangkaian pergelaran mereka cukup di bilang unik, kreatif dan atraktif, dikarenakan ada beberapa sajian yang ditampilkan.
Salah satunya adalah “Gumbingan” yaitu sebuah topeng besar, terbuat dari bahan rotan dan bambu. Kemudian menggunakan tali rafia sebagai rambut, dibentuk sedemikian rupa hingga seolah menyerupai hewan macan.
Salah satu antraksi paguyuban bantengan joyo aji yang menampilkan “Gumbingan”. (Foto: Istimewa)
Membuat penanda atau ciri khusus pada setiap pergelaran mereka yang tentunya ada penampilan pencak dor Malangan dan puncaknya adalah seni bantengan punuk khas Kota Malang.
Menggunakan iringan musik gamelan, kenteng, jidor dan kendang Malangan yang selalu memperkuat suasana setiap gelaran pentas bantengan punuk Joyo Aji, seolah mengajak kita kembali ke masa itu.
Mengusung semangat gotong royong, kemandirian, kebersamaan dalam keberagaman demi upaya pelestarian dan pengembangan seni budaya yang ada di daerah khususnya Malang dan sekitarnya.
Melalui upaya pelestaraian ini semoga akan menambah khasanah budaya yang ada di Kota Malang. Kemudian dapat diminati oleh berbagai kalangan masyarakat dan apresiasi oleh pemerintah.
Rencananya, Paguyuban Banteng Joyo Aji, Minggu 17 November 2024 menggelar event budaya bantengan. Dimulai pukul 14:00 – 17:00 Wib kegiatan tersebut akan dilaksanakan bertempat di Dewan Kesenian Malang, Jl Majapahit 3 Kota Malang. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)