
AlurNews.com, Batam – Kasus penangkapan KM Rizki Laut IV, yang diamankan Ditreskrimsus Polda Kepri memasuki babak baru. Kuasa hukum kapten kapal yang berinisial MF, resmi mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Kamis (19/6/2025).
Kuasa hukum MF, Agustinus Nahak menjelaskan langkah ini diambil karena pihaknya menilai proses penangkapan, penahanan, dan penyitaan tidak sesuai dengan prosedur hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP.
“Hari ini kita ajukan praperadilan, sudah terdaftar. Kami ingin menguji apakah tindakan yang dilakukan aparat sah secara hukum atau cacat formil,” ujarnya, Jumat (20/6/2025).
Ia menyebut, penangkapan terhadap KM Rizki Laut IV dilakukan pada Kamis (29/5/2025) oleh Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Kepri di Perairan Sagulung, Batam. Diduga melanggar prosedur karena tidak disertai surat perintah maupun kondisi tangkap tangan.
“Sebagai warga negara yang taat hukum, kami menghormati proses hukum. Tapi dalam konstitusi, klien kami juga punya hak untuk menguji prosedur itu melalui praperadilan,” jelasnya.
Agustinus menjelaskan, persidangan praperadilan biasanya berlangsung selama tujuh hari dan dipimpin oleh hakim tunggal.
Pihaknya berharap, sidang tersebut akan membuka fakta-fakta di balik proses penangkapan, agar masyarakat bisa menilai apakah tindakan aparat sudah sesuai hukum.
“Pekan depan akan ditetapkan jadwal sidangnya. Kami ingin proses penangkapan itu bisa dinilai secara terbuka di pengadilan,” tambahnya.
MF sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan lebih dari 20 hari. Sekitar empat hari setelah penahanan, pihak kuasa hukum telah mengajukan penangguhan, namun tidak mendapat respons dari kepolisian.
“Kami ajukan penangguhan penahanan, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan dari Polda,” ujar Agustinus.
Agustinus juga mempertanyakan dasar penetapan status tersangka terhadap kliennya. “Kalau terbukti tidak sah, kami minta hakim mencabut status tersangka dan mengeluarkan SP3. Putusan pengadilan harus dihormati,” tegasnya.
Ia menyoroti tindakan aparat yang dinilai berlebihan saat penangkapan. Petugas bersenjata lengkap datang tanpa menunjukkan identitas atau surat tugas, lalu memborgol dan menodongkan senjata ke awak kapal.
“Ini hanya kasus pelanggaran administratif, tapi penindakannya seperti menangkap teroris. Awak kapal ketakutan, handphone disita tanpa berita acara, bahkan kapal diarahkan ke jalur dangkal hingga kandas,” tuturnya.
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 01.00 WIB saat kapal dalam perjalanan kembali dari Perairan Kabil ke Tanjunguncang. Kapal dihampiri speedboat bermesin 200 PK yang membawa lima pria bersenjata. Penangkapan dilakukan tanpa menunjukkan surat tugas, sementara telepon para awak langsung disita.
Setibanya di Dermaga Mako Polairud Polda Kepri sekitar pukul 11.30 WIB, kapten dan dua awak kapal diperiksa. Hanya MF yang kemudian ditahan, sementara dua awak lainnya dipulangkan setelah hampir 12 jam pemeriksaan. Surat penangkapan baru diserahkan kepada keluarga MF setelah proses berlangsung.
“Penangkapan dilakukan pada hari libur nasional dan prosesnya berlangsung dalam satu hari. Ini memberi kesan dipaksakan dan tidak sah menurut hukum,” jelasnya.