KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Anggota MPR RI yang juga merupakan anggota Komisi IX DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz mempertanyakan efektivitas sistem penerimaan pengaduan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam merespons dugaan malapraktik yang diadukan masyarakat.
“Dari ratusan laporan masyarakat, hanya 31 persen terbukti pelanggaran. Ini apakah sistem pelaporan kita terlalu longgar? Atau justru korban kesulitan membuktikan?” kata Neng Eem dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (4/7).
Hal tersebut sebagaimana dugaan malapraktik di rumah sakit kembali menjadi sorotan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan, Majelis Disiplin Profesi (MDP), dan organisasi profesi tenaga kesehatan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7).
Menurut dia, persoalan malapraktik kesehatan tidak boleh dianggap sebagai sesuatu hal yang normal.
Dia lantas mencatat setidaknya ada “tiga dosa” dalam pelayanan kesehatan saat ini yaitu abainya sistem pengawasan, lemahnya perlindungan tenaga medis, dan minimnya literasi publik tentang risiko medis.
“Ketika bayi tertukar, ibu meninggal, salah suntik obat, alat operasi tertinggal di tubuh pasien, atau pasien kehilangan penglihatan, publik marah, tapi kita perlu pastikan, apakah ini pelanggaran disiplin, kelalaian, atau justru kegagalan sistem?” tuturnya.
Dia juga mencatat masih ada delapan provinsi yang belum membentuk Tim Pemeriksa Ad Hoc Majelis Disiplin Profesi (MDP) hingga 1 Juli 2025, padahal menurutnya tim itu sangat krusial untuk menjamin investigasi yang independen dan akuntabel jika terjadi malapraktik.
Untuk itu, dia mendorong agar MDP menyusun petunjuk teknis yang mengatur etik, disiplin, dan hukum agar tidak multitafsir sehingga tenaga kesehatan tidak dikriminalisasi.
Saat rapat kerja Komisi IX DPR, dia mengapresiasi pula adanya usulan agar unsur masyarakat dan lembaga hak asasi manusia (HAM) untuk dilibatkan dalam panel disiplin.
Oleh sebab itu, dia meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk lebih aktif mengedukasi publik dan membangun sistem pelaporan digital serta bantuan hukum yang merata hingga daerah.
Ia mendesak pula Kemenkes untuk tidak hanya mencatat laporan insiden keselamatan pasien (IKP) dan kejadian tidak diharapkan (KTD), tapi menindaklanjuti dengan investigasi, pembinaan, dan intervensi nyata kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang berulang kali lalai.
“Jangan sampai rakyat miskin harus berobat ke rumah sakit tapi pulang hanya membawa duka. Ini bukan hanya soal malapraktik, tapi soal keadilan, kemanusiaan, dan integritas sistem kesehatan kita,” kata dia.
Sumber: ANTARA